Antara Bengkulu dan Singapura sebenarnya memiliki pertautan sejarah yang
amat dekat. Bengkulu adalah wilayah yang ditukarkan oleh Belanda kepada
Inggris sebagai bagian dari perjanjian London atau Traktat London yang
ditandatangani di London pada 17 Maret 1824. Perjanjian ini menjelaskan,
bahwa kedua negara diijinkan untuk tukar menukar wilayah pada British
India, Ceylon (Sri Langka) dan Indonesia, berdasarkan kepada negara yang
paling diinginkan, dengan pertimbangan masing-masing negara harus
mematuhi peraturan yang ditetapkan secara lokal.
Salah satu
klausul perjanjian itu adalah: Belanda menyerahkan pendudukannya atas
Singapura kepada Inggris. Kedua, Inggris menyerahkan kantor dagangnya di
Bengkulu (Fort Marlborough) dan seluruh kepemilikannya pada pulau
Sumatra kepada Belanda dan tidak akan mendirikan kantor perwakilan di
pulau Sumatera atau membuat perjanjian dengan penguasanya.
Pada
tahun 1818, Sir Stamfor Raffles telah dilantik menjadi gubernur di salah
satu pelabuhan Inggris yaitu di Bengkulu.Raffles percaya bahwa Inggris
perlu mencari jalan untuk menjadi penguasa dominan di wilayah ini. Salah
satu jalan ialah dengan membangun sebuah pelabuhan baru di Selat
Malaka. Pelabuhan Inggris yang sudah ada seperti Pulau Pinang terlalu
jauh dari Selat Melaka sedangkan Bengkulu menghadap Samudra
Hindia.Raffles berhasil menyakinkan East India Companies (Misi Dagang
Inggris di wilayah pendudukan) untuk mencari pelabuhan baru. Raffles
tiba di Singapura tahun 1819. Dia menjumpai sebuah perkampungan Melayu
kecil di muara Sungai Singapura yang diketuai oleh seorang Temenggung
Johor. Pulau itu dikelola oleh Kesultanan Johor tetapi keadaan
politiknya tidak stabil. Pewaris SultanJohor, Tengku Abdul Rahman
dikuasai oleh Belanda dan dipengaruhi oleh para saudagar Bugis. Raffles
kemudian mengetahui bahwa Tengku Abdul Rahman menjadi sultan hanya
karena kakandanya, Tengku Husein, tidak ada semasa ayahnya meninggal
dunia. Menurut adat Melayu, calon sultan perlu berada di sisi sultan
sekiranya ingin dilantik menjadi sultan.
Sadar bahwa dia boleh
memanipulasi keadaan ini, Raffles telah menyokong Tengku Hussein untuk
menjadi Sultan sekiranya Tengku Hussein mau membolehkan Inggris membuka
pelabuhan di Singapura dan sebagai balasan Inggris akan membayar uang
tahunan kepada Tengku Hussein. Traktat London yang ditandatangani tahun
1824 memperkuat cengkraman Raffles atas pulau kecil ini dan ia lalu
meninggalkan posnya di Bengkulu dan sang visioner ini mendirikan
Singapura modern. Menjadikannya sebagai pelabuhan dagang dan sebuah kota
jasa yang besar.
Raffles Tak mungkin menghilangkan kenangan di
Bengkulu. Bersama Thomas Arnoldi ia menjalajah alam Bengkulu dan
mendokomentasikan keanekaraman hayati di Bengkulu. Ia menemukan bungan
raksasa yang kemudian kita kenal dengan nama Rafflesia Arnoldi.
Di
Singapura jejak Bengkulu terlihat di Bencoolen Street. Naman jalan
Bengkulu ini sengaja diberikan Raffles untuk mengenang kehadirannya di
Bengkulu. Bencoolen Street adalah sebuah kawasan bisnis lama yang kini
menjadi tempat wisata belanja termurah dengan hotel-hotel untuk para
backpacker.
Aspek ini misalnya tak banyak digali oleh pemda
Bengkulu untuk mendapatkan limpahan turis dari Singapura. Raffles
mendirikan sebuah hotel megah di Singapura, tapi jangan lupa, Raffles
meninggalkan sebuah bangunan Benteng Inggris terbesar di Asia Tenggara
di Kota Bengkulu. Peluang itu justru digarap oleh Pemprov Sumbar.
Padahal Sumatera Barat tak punya sejarah dengan Singapura. Tiger Air,
penerbangan murah asal Singapura justru secara berkala terbang ke
Padang.
Pemprov Bengkulu sudah bisa menjajaki kerjasama dengan
Singapore Tourism Board (STB) untuk membuat paket sejarah ini. Kerjasama
dimulai dari hal yang sederhana dulu misalnya kerjasama sister heritage
city. Jika di Singapura ada Jalan Bengkulu, berilah satu sisi jalan
dengan kantor dagangnya Raffles dengan nama Jalan Singapura.
SUMBER: http://yasirmaster.blogspot.com/2012/03/bengkulu-singapura-kota-kembar.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar