Jumat, 04 November 2011

MANUSIA PERTAMA ADAM, BAHASA PERTAMANYA APA?

Pertanyaan tersebut mungkin pernah terlintas di benak anda. Bahasa apakah yang digunakan oleh Adam, Hawa, bahkan Iblis ketika berkomunikasi di syurga? Jika kemudian Adam dan Hawa ditempatkan di bumi, berarti bahasa yang mereka bawa adalah “bahasa syurga”. Lalu, pertanyaan selanjutnya, manakah diantara bahasa-bahasa di dunia ini yang merupakan bahasa pertama? Hal ini pernah penulis tanyakan kepada dosen Pengantar Antropology Unib Drs. Asep Topan, M. Si serta dosen Teknik Wawancara Unib Syawirudin, S. Sos. Dan salah satu jawaban yang paling penulis ingat yakni, yang jelas bukan bahasa Manna.
            
Koentjaraningrat, Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan (Jakarta: Gramedia, 1974), hlm. 12, menempatkan bahasa menjadi unsur-unsur kebudayaan universal setelah sistem pengetahuan dan sebelum kesenian.

Mengenai bahasa pertama di dunia sebagian ilmuwan barat percaya bahwa bahasa pertama manusia adalah bahasa Ibrani. Alasannya, Kitab Taurat dan Injil ditulis dalam bahsa Ibrani. Namun, sebagian lainnya keberatan karena bahasa Ibrani baru muncul setelah ribuan tahun manusia muncul di muka bumi. Keberatan tersebut diperkuat oleh penelitian para ahli bahasa. Kesimpulan mereka, banyak bahasa di bumi yang tidak berasal dari bahasa Ibrani.

Keinginan manusia untuk mengetahui asal mula bahasa tidak kunjung padam. Para ahli bahasa filsuf dan para pemikir berusaha menelusuri sejarah peradaban manusia sejak 500.000 tahun yang silam. Akan tetapi, tidak ada bukti yang kuat menggenai bahasa nenek moyang kita, spekulasi tidak pernah berhenti. Bahasa tetap misteri.

Jika bukan karena kebutuhan untuk mengkomunikasikan makna, bahasa tidak akan ada, karena kebutuhan itulah bahasapun berkembang. Bahasa digunakan untuk menyampaikan berbagai informasi dari satu orang ke orang lainnya dengan tidak mengenal jarak, waktu dan tempat. Dengan bahasa orang dapat mengerti apa yang disampaikan komunikator.

Bahasa banyak memiliki persepsi, namun sekurang-kurangnya ada 3 fungsi yang erat hubungannya dalam menciptakan komunikasi yang efektif, ketiga fungsi itu ialah :
1.         Untuk mempelajari tentang dunia sekeliling kita
2.         Untuk membina hubungan yang baik di antara sesama manusia
3.         Untuk menciptakan ikatan-ikatan dalam kehidupan manusia (Cangara, 2000:103-104). 

Science Magazine edisi 15 April 2011 mengungkapkan, bahasa yang digunakan oleh manusia pertama kali muncul di selatan Afrika. Dari sanalah kemudian bahasa ini menyebar ke seluruh dunia. Manusia atau orang dapat diartikan berbeda-beda menurut biologis, rohani, dan istilah kebudayaan, atau secara campuran. Secara biologis, manusia diklasifikasikan sebagai Homo sapiens (Bahasa Latin untuk manusia), sebuah spesies primata dari golongan mamalia yang dilengkapi otak berkemampuan tinggi. Dalam hal kerohanian, mereka dijelaskan menggunakan konsep jiwa yang bervariasi di mana, dalam agama, dimengerti dalam hubungannya dengan kekuatan keTuhanan atau makhluk hidup; dalam mitos, mereka juga seringkali dibandingkan dengan ras lain. Dalam antropologi kebudayaan, mereka dijelaskan berdasarkan penggunaan bahasanya, organisasi mereka dalam masyarakat majemuk serta perkembangan teknologinya, dan terutama berdasarkan kemampuannya untuk membentuk kelompok dan lembaga untuk dukungan satu sama lain serta pertolongan.

Penggolongan manusia yang paling utama adalah berdasarkan jenis kelaminnya. Secara alamiah, jenis kelamin seorang anak yang baru lahir antara laki-laki atau perempuan.

Penggolongan lainnya adalah berdasarkan usia, mulai dari janin, bayi, balita, anak-anak, remaja, akil balik, pemuda/ pemudi, dewasa, dan orang tua.

Selain itu masih banyak penggolongan-penggolongan yang lainnya, berdasarkan ciri-ciri fisik (warna kulit, rambut, mata; bentuk hidung; tinggi badan), afiliasi sosio-politik-agama (penganut agama/ kepercayaan, warga negara, anggota partai), hubungan kekerabatan (keluarga: keluarga dekat, keluarga jauh, keluarga tiri, keluarga angkat, keluarga asuh; teman; musuh) dan lain sebagainya. Termasuk di dalamnya adalah pengolongan manusia berdasarkan bahasa yang mereka gunakan.

Manusia sebagai makhluk sosial yang senantiasa membutuhkan orang lain; manusia tidak dapat hidup sendiri tetapi membutuhkan manusia lain. Untuk menjalin hubungan dengan orang lain diperlukan perantara salah satunya adalah bahasa. Bahasa adalah pusat dari komunikasi antar manusia. Kata Yahudi untuk "binatang" (behemah) berarti "bisu", menggambarkan manusia sebagai "binatang berbicara" (kepandaian bercakap hewani). Walupun sebenarnya tidak seratus persen benar. Binatang juga mempunyai bahasa hanya saja sebagian besar manusia tidak mengerti bahasa yang di ucapkan oleh binatang. Sebagian manusia mengatakan bahwa hewan tidak mempunyai bahasa dan untuk berkomunikasi dengan hewan lain menggunakan insting dan bahasa tubuh.

Bagi manusia bahasa adalah pusat dari sentuhan identitas ‘khas’ berbagai kebudayaan atau kesukuan dan sering diceritakan mempunyai status atau kekuatan supernatural (lihat Sihir/ Gaib, Mantra, Vac). Penemuan sistem penulisan sekitar 5000 tahun lalu, yang memungkinkan pengabadian ucapan, merupakan langkah utama dalam evolusi kebudayaan. Ilmu pengetahuan Linguistik (ilmu bahasa) menjelaskan susunan bahasa, dan keterkaitan antara bahasa-bahasa berbeda. Diperkirakan ada 6000 bahasa yang diucapkan manusia saat ini. Manusia yang kekurangan kemampuan berkomunikasi melalui ucapan, umumnya bercakap-cakap menggunakan Bahasa Isyarat.

Pada pertengahan bulan April 2011 para ilmuwan mengklaim bawa cikal bakal bahasa manusia pertama kali muncul di daerah selatan Afrika. benar atau tidak hal itu adalah sebuah opini. Sebuah studi yang baru-baru ini dirilis menguak misteri asal muasal bahasa yang digunakan manusia. Para ilmuwan mengklaim semua bahasa manusia berasal dari sumber yang sama, setelah menelusuri asal-usul percakapan manusia ke sub-Sahara Afrika sekitar 150 ribu tahun yang lalu. Science Magazine edisi 15 April 2011 mengungkapkan, bahasa yang digunakan oleh manusia pertama kali muncul di selatan Afrika. Dari sanalah kemudian bahasa ini menyebar ke seluruh dunia. Mereka sekarang percaya bahasa itu merupakan salah satu alat yang mendukung kemanusiaan dan menyebabkan kolonisasi di seluruh planet ini.
 

"Kami berpikir bahwa bahasa ini adalah batu loncatan dalam peradaban yang menyebabkan kondisi koordinasi dan kerja sama lebih baik yang mungkin telah membuat kita berkembang," kata Dr Quentin Atkinson, dari Universitas Auckland dan Universitas Oxford.

Peneliti dari Universitas Auckland, Selandia Baru, Quentin Atkinson, melakukan studi dengan menelusuri rekam jejak bahasa dengan cara memecah 504 bahasa ke dalam komponen terkecilnya yang disebut sebagai fonem. Fonem berasal dari bahasa Latin, phonema, yang berarti suara yang diucapkan. Penelitian menunjukkan, semakin beragamnya fonem yang dimiliki oleh suatu bahasa menunjukan bahasa itu menjadi sumber dari bahasa-bahasa lain yang lebih sedikit memiliki fonem.

Penelitiannya sampai pada kesimpulan bahwa semakin jauh sekelompok manusia berkelana dari Afrika dalam rekam jejak sejarahnya, semakin sedikit fonem yang digunakan dalam bahasa mereka. Ini mengartikan bahwa sebagaimana diprediksikan dalam studi tersebut, bahasa-bahasa di Amerika Selatan dan Kepulauan Pasifik memiliki fonem paling sedikit, sedangkan bahasa-bahasa di Afrika memiliki fonem terbanyak.

Ternyata, pola ini juga memiliki kesamaan dengan studi terhadap genetik manusia. Sebagaimana dipaparkan sebagai peraturan umum, semakin jauh seseorang keluar dari Afrika, yang dianggap secara luas sebagai asal muasal nenek moyang manusia, semakin kecil perbedaan antara individu dalam populasi kelompok individu tersebut bila dibandingkan dengan keragaman di daerah asalnya, Afrika.

Studi Atkinson ini menggunakan metode statistik mutakhir yang sama untuk mengonstruksikan pohon genetik berdasarkan urutan DNA. Mengenai penggunaan metode statistik ini dalam mencari sumber bahasa manusia, seorang ahli bahasa, Brian D Joseph dari Universitas Ohio, mengatakan, sebagai sumber wawasan baru dalam studi di bidangnya.

"Saya rasa kita sudah seharusnya memerhatikan hal ini dengan serius meskipun masih ada orang yang akan menolaknya," ujar Joseph.

Sebagai informasi tambahan, studi yang dilakukan Atkinson ini unik karena berusaha menemukan akar bahasa dari waktu yang sangat lampau. Tentang umur bahasa pun masih menjadi soal perdebatan karena di lain sisi ditemukan fakta sementara bahwa umur bahasa telah mencapai 50.000 tahun.Namun, di lain sisi beberapa ahli bahasa lain juga masih skeptis dengan fakta sementara itu. Mereka menemukan faktor lain yaitu "perkembangan dari kata-kata yang sangat cepat" sehingga kemungkinan umur bahasa sendiri tidak lebih dari 10.000 tahun lamanya.

Banyak teori yang berusaha menjelaskan bagaimana asal mula bahasa manusia. Sebagian teori itu menghasilkan hasil penelitian renungan yang diperkuat oleh fakta fakta. Tetapi tetap saja teori hanyalah sebuah teori yang patut menjadi bahan pertimbangan. Tetapi kenyataannya adalah tetap sebuah misteri. Manusia modern berusaha memprediksi ribuan bahkan jutaan tahun yang lalu. Mana yang benar adalah merupakan misteri bagi manusia dan hanya Tuhan sajalah yang mengetahui. Manusia modern berusaha memecahkan misteri asal usul bahasa. Banyak pendapat dan banyak opini opini yang juga patut kita pertimbangkan dengan bijaksana.

Bahasa adalah manifestasi pikiran manusia. Pikiran adalah kapasitas, sedangkan bahasa adalah proses operasionalisasinya. Berpikir pasti menggunakan bahasa; tanpa bahasa, kita tidak mungkin berpikir. Jadi, pikiran dan bahasa tidak mungkin dipisahkan. Hal ini sebagaimana dinyatakan Bolinger dan Sears “Language is not only necessary for the formulation of thoughtbut is part of the thinking process itself. …We cannot get outside language to reach thought, nor outside thought to reach language” (1981:135). Ini senada dengan yang dikatakan Samuel Johnson, seorang leksikografer abad kedelapan belas “Language is the dress of thought” (Aitchison 1984:14), dan sama dengan pendapat Vygotsky (1934) yang dikutip oleh Steinberg dkk “Thought is not merely expressed in words; it comes into existence through them” (2001:252). Watson (1919) sebagaimana dikutip Bolinger dan Sears juga menyatakan “thinking is merely talking to one-self, in an implicit sub-vocal way” (1981:135).

Jadi, pikiran sebagai suatu kapasitas ada lebih dulu daripada bahasa yang hanya sekedar operasionalisasi dari kapasitas itu. Ibaratnya, otak adalah hardware, pikiran adalah software, sedangkan bahasa adalah operasionalisasi software, pengetahuan dan pengalaman adalah file documentnya.

Oleh sebab itu bisa disimpulkan bahwa adanya bahasa bersamaan dengan adanya manusia. Bila kita sepakat manusia dengan definisi sebagaimana di atas, yakni “manusia” menurut agama, maka bahasa, menurut agama, ada sejak Adam berusia tiga bulan sepuluh hari dalam kandungan. Tetapi, bila bahasa yang dimaksud termasuk juga bahasa proto manusia (cikal bakal manusia) yang masih berupa homo erektus, maka bahasa pun sudah ada sejak saat itu, walaupun dalam bentuk yang masih sangat primitif, karena pikirannya belum sempurna. Jadi pertanyaan yang lebih tepat adalah kapan manusia mulai punya kesadaran berpikir? Ketika dia mulai berpikir, maka saat itulah dia menggunakan bahasa.

Setelah kesadaran pikiran dipicu (triggered) dengan ditiupkannya roh, maka mulailah manusia berinteraksi dengan lingkungannya. Disitulah bahasa mulai ada. Kemudian, bahasa terus berkembang sejalan dengan perkembangan otak dan alat ujar. Yule (1985:1-3) menyatakan ada tiga sumber adanya bahasa, yaitu dari Tuhan (the divine source), dari suara alam (the natural sound source), dan dari isyarat mulut (the oral-gesture source). Bahwa bahasa berasal dari Tuhan dinyatakan di agama Islam, Hindu, dan Kristen.

Berkembangnya bahasa selain karena proses kreasi, juga ada proses imitasi (peniruan) baik terhadap suara alam seperti benda-benda alam atau binatang, maupun suara-suara yang diproduksi oleh masyarakat lingkungan. Diantara contoh kata yang dihasilkan oleh peniruan bunyi alam adalah: dalam Bahasa Indonesia, terdapat kata: bom, tas kresek, gerobak, muncrat, kentut, sepak, dll. Dalam Bahasa Jawa: sempritan, keplok, kethak, manuk dekuku, mansrut, dll. Dalam Bhs. Inggris: splash, screech, bomb, bang, rattle, hiss, buzz, dll.

Aitchison menyatakan adanya kemiripan antara kemampuan manusia dengan kemampuan burung dalam memproduksi bunyi (1996:7). Hal ini bisa dipakai sebagai dasar membuat spekulasi bahwa sangat mungkin manusia meniru bunyi binatang (burung atau lainnya) pada awal mula memproduksi bunyi bahasanya. Kenyataan ini juga didukung adanya ilustrasi Tarzan, cerita tentang manusia yang dibesarkan oleh binatang di hutan. Ketika memanggil kawan-kawan binatangnya, dia mengucapkan “Auuuooo.” Barangkali ini bisa dipakai sebagai ilustrasi spekulatif bahasa manusia pada awal perkembangannya.

Jadi, menurut penulis, tahapan perkembangan adanya bahasa adalah sebagai berikut: pertama, manusia diciptakan oleh Allah dan diberi roh, dan dengan roh itu manusia mulai mempunyai kesadaran pikiran. Kesadaran ini berkembang sejalan dengan perkembangan fisiknya, yaitu otak dan alat ujar. Selanjutnya dengan kesadaran pikiran itu, manusia berinteraksi dengan lingkungannya (alam, binatang, atau manusia lain). Dalam proses interaksi itu, manusia mulanya hanya memproduksi isyarat suara-suara yang tidak sistematis, dengan meniru suara-suara alam dan binatang yang ada di sekitarnya. Lama-kelamaan ketika masyarakat saling meniru, kadang-kadang membuat isyarat suara baru, dan saling mengerti maksud masing-masing pembicara-pendengar, maka terjadilah kesepakatan terhadap isyarat yang mereka pakai. Maka terciptalah bahasa.

Dasar perkembangan bahasa manusia adalah proses imitasi, kreasi, dan evolusi. Proses imitasi pada mulanya dilakukan terhadap alam sekitar, bunyi-bunyi benda, suara binatang, dan saling meniru antar anggota masyarakat. Pendapat ini konsisten dengan pandangan behaviorisme. Selain proses imitasi, dengan kemampuan akalnya, manusia juga berkreasi, dalam arti menciptakan dan mengembangkan isyarat-isyarat atau simbol-simbol bunyi baru untuk memenuhi kebutuhan komunikatifnya dalam berinteraksi dengan masyarakat. Perkembangan seperti itu, tidak sekali langsung jadi, melainkan membutuhkan waktu yang cukup lama, dalam arti berkembang secara evolutif, sampai akhirnya menjadi bahasa yang relatif mapan.

Dikatakan “relatif” sebab bahasa apa pun di dunia ini senantiasa mengalami dinamika sejalan dengan dinamika sosial pemakai bahasa. Terkadang ada kosakata yang hilang, dalam arti tidak lagi atau jarang dipakai oleh masyarakat, dan pada saat yang sama ada kosakata baru yang muncul, dan dipakai oleh masyarakat.

Sebuah hipotesis dasar menyatakan bahwa jika bayi dibesarkan tanpa mendengar bahasa apapun, maka bayi itu dengan sendirinya akan mulai menggunakan bahasa asli yang merupakan anugerah Tuhan. Pada sekitar tahun 600 SM. Seorang bangsa Mesir Kuno yang bernama Psammetichus melakukan eksperimen dengan dua orang bayi yang baru dilahirkan. Kedua bayi itu dipelihara disuatu lingkungan yang banyak terdapat domba yang digembalakan oleh seorang penggembala bisu. Setelah dua tahun berada ditempat tersebut, anak-anak itu dilaporkan secara spontan mengucapkan kata, bukan dari bahasa Mesir, tetapi kata dari bahasa Frigia bekos, yang berarti ‘roti’. Anak-anak itu mungkin tidak mendapatkan kata-kata tersebut dari sumber manusia, tetapi sebagian orang yang memberikan komentar mengatakan bahwa kedua anak tersebut mendapatkan kata-kata dari domba-domba yang sampai ke telinga mereka. Percobaan serupa dilakukan oleh Frederico II dari Sisilia pada sekitar tahun 1200. Sama halnya dengan percobaan yang dilakukan oleh Psammethichus, percobaan Frederico gagal mengambil kesimpulan karena tidak diawasi secara ilmiah.

Pada prinsipnya ahli-ahli menerima pendapat bahwa sekitar dua sampai satu juta tahun yang lalu makhluk zaman dahulu telah memiliki semacam ‘bahasa’. Meski belum berbentuk bahasa seperti sekarang, ‘bahasa’ yang mereka gunakan mampu menjadi alat komunikasi antar mereka. Dengan memberikan contoh simulasi call (panggilan) mereka meyakini teori ini kepada dunia.














Referensi: 
http://deninur.wordpress.com/category/asal-mula-bahasa
http://binagus.net/component/article/25-the-project/68-teori-teori-tentang-asal-mula-bahasa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar