Jumat, 04 November 2011

Konglomerasi Media di Bengkulu dan Konsep Tandingannya.


I. Latar Belakang
Media sebagai bagian dari Komunikasi Massa memegang posisi penting dalam masyarakat dimana menurut Harold Lasswell dan Wright, Komunikasi Massa memiliki fungsi sosial sebagai surveillance, korelasi dan interpretasi, transmisi budaya dan sosialisasi, serta sebagai media hiburan.
Peranan yang penting inilah yang membuat industri media massa berkembang sangat pesat dan membuat media massa tidak hanya sebagai sebuah institusi yang idealis, seperti  misalnya sebagai alat sosial, politik, dan budaya, tetapi juga telah merubahnya menjadi suatu institusi yang sangat mementingkan keuntungan ekonomi. Sebagai institusi ekonomi, media massa hadir menjadi suatu industri yang menjanjikan keuntungan yang besar bagi setiap pengusaha.
Keuntugan yang diperoleh media massa di Indonesia misalnya yaitu dari data AGB Nielsen Media Research, terlihat hingga kuartal ke-3 tahun 2006, Grup Media Nusantara Citra (MNC) sukses meraup Rp4,8 triliun atau 32,9% dari total belanja iklan TV. Urutan ke-2  diduduki Trans TV dan trans 7, dengan Rp3,4triliun (23,2%). ANTV dan Lativi (TVOne), Berhasil memperoleh pendapatan Rp2,3 triliun (15,7%), berada pada peringkat ke-3. Hal itu mengakibatkan pengusaha media kini tidak lagi hanya sekedar berorientasi pada pemenuhan hak masyarakat akan terpenuhnya informasi tetapi juga berorientasi untuk mengejar keuntungan ekonomi sebesar-besarnya.
Pasar media merupakan suatu pasar yang memiliki karakteristik yang unik bila dibandingkan dengan jenis pasar lainnya. Media tidak hanya memproduksi suatu barang. Tetapi media juga memproduksi jasa. Barang yang ditawarkan adalah tayangan program dari media itu sendiri, dan jenis jasa yang ditawarkan adalah media massa sebagai media umum untuk menghubungkan antara pengiklan dengan khalayak pengkonsumsi media massa. Media massa mencoba untuk mencari jalan untuk mengefisien dan mengefektifkan produksi mereka, agar keuntungan yang mereka peroleh dapat maksimum.
Menghadapi persaingan yang sangat ketat dalam bisnis media massa yang memerlukan kekuatan sosial ekonomi ini, maka terjadi kecenderungan monopoli media. Monopoli media ini tidak hanya terjadi di Bengkulu  tetapi di Indonesia bahkan di luar negeri. Contohnya yaitu MNC yang memiliki RCTI, MNC TV, Global Tv, Radio Trijaya, Koran Seputar Indonesia, Indovision, Global Radio, Radio Dangdut TPI, dan Okezone.com, atau Group Bakrie yang memiliki ANTV dan TVOne.
Group Jawa Post dominan menguasai media di Bengkulu bahkan masyarakat tidak mempunyai pilihan untuk membaca surat kabar lokal lain, karena menyiarkan sudut pandang pemberitaan atas suatu isu yang sama karena pemilik media lokal di Bengkulu sendiri sudah di monopoli oleh Jawa Post. Bukan tidak ada tandingan oleh media lokal lain, tetapi karena media tandingan tersebut terpaksa “mengalah” karena kurangnya faktor-faktor pendukung berjalannya sebuah industri yang mereka miliki, mulai dari keterbatasan mesin cetak, kertas Koran, tinta, serta lain sebagainya. Berbanding terbalik dengan Surat Kabar Rakyat Bengkulu (RB) yang menginduk dengan perusahaan Jawa Post yang sudah menjadi pengetahuan umum. Dimana Jawa Post Memproduksi bahan baku sendiri mulai dari bahan kertas, tinta, atau mesin cetak. Memang butuh kejelian untuk melihat fenomena yang menarik ini.
Bagaimana kita melihat BTV dan TVRI Bengkulu “kelabakan” menghadapi audiens Jawa Post yang begitu besar di Bengkulu. Bahkan kami mengatakan Koran RB sudah di kontrak oleh Humas-humas pemerintahan yang ada di Bnegkulu untuk menyiarkan kegiatan-kegiatan pemerintahan. Padahal iklanlah sebagai sumber pendapatan utama dari media massa. Iklan RB pun mempunyai sebuah stigma sendiri. Begitu banyaknya iklan pengobatan-pengobatan alternative seakan-akan menyirat-surat dan mensurat-nyiratan sebuah pesan bahwa masyarakat di Bengkulu belum mempunyai kepercayaan tersendiri untuk berobat ketenaga medis yang ada.

II. Permasalahan
Konglomerasi media tujuan kehadirannya untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya. Media massa kini berusaha untuk mencari pengeluaran  minimal demi mendapatkan penghasilan maksimal, hal inilah yang keemudian mendorong  terjadinya komersialisasi media massa. Dimana informasi di anggap sebagai komuditi. 
Oligopoli, yaitu kondisi yang hanya terdapat sejumlah pemain besar dalam industri media massa. Misalnya Group Media Nusantara Citra (MNC), Group Media Indonesia, Trans Corp, Jawa Pos,dan lain sebagainya. Diperhatikan tindakan salah satu Group akan mempengaruhi Group yang lainnya, baik dalam kebijakan maupun performa dari group lain.
Selain itu, apabila ada pemain baru yang hendak memasuki pasar, maka akan sulit untuk memasuki pasar tersebut apabila tidak memiliki kemampuan atau kekuatan yang sama dengan pemain yang telah ada sebelumnya yang telah memiliki teknologi dan pengalaman yang lebih kuat, karena persaingan yang terjadi tidak hanya persaingan isi dan jenis pogram tapi juga persaingan infrastruktur dan teknologi. Begitu sulitnya memasuki pasar tersebut diperkirakan akan memusatkan perhatian khalayak pada pelaku pasar yang kuat.

III. Konsep untuk bisa memasuki dunia monopoli media massa di Bengkulu.
Di Indonesia terjadi integrasi yang dilakukan oleh perusahaan media massa besar. Di bawah naungan yang dimiliki oleh Hary Tanoesoedibyo, terintegrasi sejumlah lembaga penyiaran seperti “RCTI, MNC TV, Global Tv, dan beberapa stasiun televisi lokal, sejumlah radio seperti Women Radio dan Trijaya, TV berlanganan Indovision, Surat Kabar Seputar Indonesia, majalah Trust, sejumlah tabloid Genie dan Mom and Kiddie, serta situs berita Okezone.com (qnoyzone.blogspot.com)”.
Selain MNC, beberapa group besar pemilik media yaitu TVOne dan ANTV bernaung dibawah bendera Bakrie Group milik Aburizal Bakrie, Trans TV dan Trans 7 di bawah Trans Corp milik chairul Tanjung, Metro TV dan Surat Kabar Media Indonesia di bawah Group Media Indonesia milik Surya Paloh, kelompok Kompas Gramedia milik Jakob Oetama, Group Jawa Post oleh Dahlan Iskan.kebanyakan pemilik industry media tersebut merupakan orang yang membangun bisnisnya dengan menggunakan kekuasaan atau hubungan khusus dengan pemerintahan.
   Kalaulah media massa mempunyai sebuah integrasi di bawah pemilik yang sama akan mengakibatkan sebuah kejenuan karena, diperkirakan khalayak akan ditumpakan pesan yang sama oleh media yang mempunyai integrasi tersebut. Contohnya yaitu : berita yang disajikan di RCTI, Global TV, MNC TV, Okezone.com, Harian Seputar Indonesia dan Radio Trijaya akan memiliki sudut pandang yang sama terhadap suatu kasus. Masyarakat hanya akan dicekcoki berita dan informasi yang itu-itu saja. Ketika masyarakat mencoba beralih dari suatu media ke media yang lain, yang akan tetap mereka temui adalah pemberitaan yang serupa karena faktor kepemilikan yang sama.
Di Bengkulu sendiri Integrasi media lokal di dominasi oleh Group Jawa Post yang di bawahi oleh Dahlan Iskan yang sebagai mana diketahui juga menjadi Dirut Perusahaan Listrik Negara (PLN), seperti : RBTV, Surat Kabar Rakyat Bengkulu (RB), Radar Selatan, Radar Kota, Radar Empat Petulai, dan lain sebagainya. Apalagi kalau salah satu slogan yang mereka suarakan, yakni Koran RB sebagai surat kabar harian pertama dan terbesar di Bengkulu. Isi dari pemberitaan pun sama baik itu dari isi Koran RB, Radar-radarnya, dan RBTV akan memiliki sudut pandang sama dalam menyampaikan informasi. Ketika berita Dispendagate muncul, maka secara integrasi membentuk sebuah pola sistem pukul rata semua media di Bengkulu mempublikasikan kasus tersebut. Sebagian masyarakat tertipu karena memang media mempunyai agenda setting. Sebagaimana diungkapkan oleh boullivard yang mengatakan bahwa iklan di media hanya memberikan harapan kepada khalayak. 
Akan tetapi, belajar dari keberhasilan seorang Cairul Tanjung yang mendirikan Trans Corp. Melihat dari keberhasilan Cairul Tanjung seakan memberikan vitamin bagaiman cara untuk segera mengatasi konglomerasi sekaligus monopoli Group Jawa Post di Bengkulu. Salah satunya yakni dengan masuk ke sistem Jawa Post. Sehingga kita bisa tahu bagaimana Jawa Post bisa memikat khalayak di Bengkulu, apa kelemahan yang dimiliki Jawa Post, sehingga kelemahan-kelemahan tersebut bisa menjadi kekuatan bagi kita, setelah kita paham dan mengerti akan sebuah sistem media yang diterapkan sekaligus dipercaya oleh Jawa Post, kita keluar membentuk sebuah sistem yang kita percaya pula.
       


  
             

Tidak ada komentar:

Posting Komentar