Jumat, 04 November 2011

Artikel Sistem Politik Indonesia

Keterbukaan Informasi Publik, Implementasi dan Dampaknya Terhadap Kehidupan Politik

Sekilas tentang UU No. 14 tahun 2008
Undang-Undang No. 14 tahun 2008, tentang Keterbukaan Informasi Publik adalah salah satu produk hukum Indonesia yang dikeluarkan dalam tahun 2008 dan diundangkan pada tanggal 30 April 2008 dan mulai berlaku dua tahun setelah diundangkan. Undang-undang yang terdiri dari 64 pasal ini pada intinya memberikan kewajiban kepada setiap Badan Publik untuk membuka akses bagi setiap pemohon informasi publik untuk mendapatkan informasi publik, kecuali beberapa informasi tertentu.

Informasi merupakan kebutuhan pokok setiap orang bagi pengembangan pribadi dan lingkungan sosialnya serta merupakan bagian penting bagi ketahanan nasional. Hak memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia dan keterbukaan informasi publik merupakan salah satu ciri penting negara demokratis yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik.
Keterbukaan informasi publik merupakan sarana dalam mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara dan Badan Publik lainnya dan segala sesuatu yang berakibat pada kepentingan publik. Untuk memberikan akses informasi publik, Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia menetapkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Yang menjadi kewajiban sentral sesuai UU KIP ini memang sesungguhnya adalah Badan Publik, sebagaimana diatur pada Pasal 7 yang lengkapnya menyebutkan:
1. Badan Publik wajib menyediakan, memberikan dan/atau menerbitkan Informasi Publik yang berada di bawah kewenangannya kepada Pemohon Informasi Publik, selain informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan.
2. Badan Publik wajib menyediakan Informasi Publik yang akurat, benar, dan tidak menyesatkan.
3. Untuk melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Badan Publik harus membangun dan mengembangkan sistem informasi dan dokumentasi untuk mengelola Informasi Publik secara baik dan efisien sehingga dapat diakses dengan mudah.
4. Badan Publik wajib membuat pertimbangan secara tertulis setiap kebijakan yang diambil untuk memenuhi hak setiap Orang atas Informasi Publik.
5. Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) antara lain memuat pertimbangan politik, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau pertahanan dan keamanan negara.
6. Dalam rangka memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) Badan Publik dapat memanfaatkan sarana dan/atau media elektronik dan non-elektronik (VIVAnews, 2010).
Gerbong reformasi terus berjalan di negara kita, walau di rasa agak lamban namun melaju secara pasti ke arah tujuan yang dicita-citakan pendiri bangsa ini, sebagaimana pepatah lebih baik lambat daripada tidak sama sekali. Salah satu yang perlu dibanggakan adalah diterbitkanya undang undang yang mewajibkan penyelenggara negara untuk lebih bersikap transparan kepada warganya, dimana telah diatur di dalamnya hak rakyat untuk mengetahui dan memperoleh informasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dengan mengacu pada pasal 28F UUD 1945 yang menyebutkan bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya. Termasuk hak untuk mencari, memperoleh memiliki dan menyimpan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang ada.
Dengan dasar dan pertimbangan itu pemerintah menerbitkan Undang Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik yang mengatur lebih dalam tentang keterbukaan informasi dan transparansi penyelenggaraan negara sebagai salah satu wujud dari kehidupan berbangsa dan bernegara yang demokratis.
Salah satu tema penting dalam perbincangan demokratisasi di Indonesia adalah keterbukaan informasi publik. Tujuan utama keterbukaan informasi di setiap negara adalah memastikan bahwa lembaga publik akan lebih akuntabel dan kredibel dengan menyediakan informasi dan dokumen sesuai permintaan publik (Bolton, 1996).
Mendel (2004) menyatakan bahwa membuka akses informasi merupakan kewajiban bagi pemerintah dan badan publik. Secara fundamental, sebuah informasi adalah milik publik, bukan milik pemerintah atau badan publik. Akan tetapi pemerintah memang harus menjaga keseimbangan antara menutup informasi dan kepentingan publik. Namun, bagaimanapun, kepentingan publik tetap harus didahulukan.
Regulasi yang berkaitan dengan kebebasan informasi atau lebih dikenal keterbukaan informasi publik di Indonesia akan selalu memuat hak setiap orang untuk memperoleh informasi, kewajiban badan publik menyediakan dan melayani permintaan informasi secara cepat dan tepat waktu, biaya ringan (proporsional), dan cara sederhana, adanya pengecualian informasi bersifat ketat dan terbatas, serta kewajiban badan publik untuk membenahi sistem dokumentasi dan pelayanan informasi (Mendel, 2008: 3-8).
Pada dasarnya keterbukaan bukan hal asing dalam literatur dan referensi penyelenggaraan birokrasi di Indonesia. Di awal tahun 1990-an pernah berkembang konsep good governance sebagai mekanisme pengelolaan sumber daya ekonomi dan sosial yang melibatkan pengaruh negara dan non-pemerintah dalam suatu usaha kolektif.  Governance mengakui bahwa didalam masyarakat terdapat banyak pusat pengambilan keputusan yang bekerja pada tingkat yang berbeda (Ganie-Rochman, 2002).
Ada lima prinsip utama dalam membangun governance, yaitu adanya (1) fairness, yang seringkali disebut kewajaran prosedural; (2) transparancy atau keterbukaan sistem; (3) disclosure atau pelengkap kinerja; (4)  accountibility atau pertanggungjawaban publik dan (5) responsibility atau kepekaan menangkap aspirasi masyarakat luas (Reksodiputro, 2000).
Dalam konteks good government, keterbukaan informasi publik adalah suatu keharusan. Pemerintahan dapat  berlangsung transparan dan partisipasi masyarakat terjadi secara optimal dalam seluruh proses pemerintahan, mulai dari pengambilan, pelaksanaan serta evaluasi keputusan.
Pengalaman Inggris mengembangkan keterbukaan informasi (kebebasan informasi), beberapa aspek yang menjadi sorotan adalah (1) landasan legallitas, yang mencakup perlindungan hak asasi manusia, pengelolaan dan kerahasiaan data atau informasi; (2) persiapan implementasi, yang mencakup penetapan staf, infrastruktur, rencana aksi, sistem pengelolaan dokumen dan pelatihan, serta; (3) pelaksanaan yang mencakup  penggunaan media elektronik, sistem akses,  dan pengelolaan permintaan informasi (Smith, 2004).
Implementasi UU No. 14 tahun 2008
      Permasalahan penyediaan, pengelolaan dan penyebaran informasi publik tidak terlepas dari kendala keterbatasan kapasitas sumber daya manusia bidang informasi dan komunikasi. Ada beberapa pilihan langkah yang diambil agar bisa mengoptimalkan peran sumber daya manusia lembaga publik, yaitu:
  1. Meningkatkan kesadaran staf lembaga publik dan masyarakat akan pentingnya informasi dan pemanfaatan informasi. Lembaga publik perlu menyediakan informasi publik yang memadai, namun demikian kegiatan ini akan sulit berjalan efektif jika masyarakat tidak didorong dan dilibatkan dalam pemanfaatan informasi publik yang ada.
  2. Pengembangan kemitraan penyebarluasan informasi publik. Pelayanan informasi publik memerlukan keterlibatan tidak hanya lembaga pemerintah tetapi juga lembaga penyiaran (publik dan swasta), dan lembaga kemasyarakatan yang bergerak dalam bidang komunikasi dan informasi. Pemanfaatan lembaga kemasyarakatan dan berbagai media baik elektronik ataupun media tradisional, media komunitas, dan media kemasyarakatan lainnya akan membantu penyebaran informasi yang tepat dan cepat. Kerja sama dengan pemerintah daerah dan lembaga-lembaga kemasyarakatan di daerah merupakan keniscayaan untuk menciptakan jembatan akses komunikasi yang efektif dan efisien.
  3. Pendidikan dan pelatihan SDM bidang komunikasi dan informasi sebagai agen penyedia, pengelolaan, penyebaran informasi publik. Secara praktis hal itru bisa dilakukan dengan mengadakan training atau workshop dan permagangan, pemberian beasiswa, dan peningkatan standar kompetensi kerja bidang komunikasi dan informasi.
UU KIP sudah menetapkan serangkaian kategori informasi yang dikecualikan. Sementara kewenangan penetapannya ada pada pejabat dokumentasi dan informasi melalui pengujian yang mempertimbangkan baik buruknya bagi kepentingan publik.
Salah satu pasal penting dalam UU KIP adalah adanya aturan tentang Komisi Informasi sebagai badan independen yang menjamin implementasi UU KIP juga harus dibentuk. Lembaga inilah yang bertugas menyelesaikan persoalan-persoalan terkait akses informasi publik.
Dari paparan di atas ada beberapa potensi kajian dan penelitian berkaitan dengan implementasi UU KIP di Indonesia. Tentu saja potensi kemungkinan kajian dan penelitian diatas masih memerlukan pendalaman dan penelusuran lebih lanjut. Akan tetapi berdasarkan aspek prioritas program kegiatan lembaga publik paling tidak bisa dirumuskan beberapa potensi kajian dan  penelitian untuk penyempurnaan kebijakan keterbukaan informasi.
Dampak UU KIP Terhadap Kehidupan Politik
Dampak akan suatu hal akan terasa apabila sudah dirasakan. Dalam politik pun seringkali segalah kebijakan berawal dari ketok palunya para wakil rakyat. UU KIP pun setidaknya memberikan dampak yang ingin dirasakan oleh para konstituen yang diwakilinya. 
Memang terkadang persepsi kita seluruhnya dikendalikan oleh pandangan kita hingga sering sekali kita tidak melihat kebenaran, melainkan melihat apa yang ingin kita lihat (Ajahn Brahm, 2011). Dengan adanya kebebasan memperoleh informasi, diyakini dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan warga negara yang pada akhirnya akan berdampak pada meningkatnya kualitas hidup suatu bangsa.
salah satu kasus SMS gelap yang diduga berasal dari M. Nazarudin dari Singapura pun menimbulkan sebuah pro dan kontra. Dimana ada kalangan yang menyebut ini merupakan dampak dari keterbukaan informasi publik, tetapi ada juga yang berpendapat  hal ini merupakan pengalihan isu atas kasus yang menimpa partai yang berkuasa, yakni Partai Demokrat.
Apalagi Wakil Sekjen Partai Demokrat Ramadhan Pohan, ketika diwawancarai Metro TV terhadap kasus ini jelas-jelas secara implisif menyebut Mr. A merupakan dalang dari SMS gelap tersebut, tetapi tatkalah suatu waktu antara Akbar Tandjung menanyakan langsung kepada Ramadhan Pohan tentang siapa yang disebut-sebut dengan Mr. A tersebut agar tidak menimbulkan salah persepsi dan kebohongan publik. 
Akan tetapi, langkah yang diambil Ramadhan Pohan tidak menyebutkan nama tersebut. Terlepas dari tepat atau tidaknya langkah tersebut. Yang pasti Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik sudah dikhianati sekaligus dikebiri oleh Sang pembuat kebijakan itu sendiri. Politik hakikatnya baik, yang buruk itu hanyalah oknum yang melaksanakan politik tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar