Jumat, 04 November 2011

MEDIA LITERASI

Undang-undang penyiaran No. 32/2002, Pasal 45 menyatakan bahwa Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) di tugaskan untuk menyusun Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) yang bersumber dari : a. Nilai-nilai agama, moral dan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan b. Norma-norma lain yang berlaku dan di terima oleh masyarakat umum dan lembaga penyiaran. Media literasi menjadi kompas baru dalam menggarungi dunia media. Media massa kini begitu luas dalam masyarakat kontemporer. Bila orang tidak di berdayakan, maka orang akan menjadi korban media.

 Penggaruh negatif media yang memiliki kekuasaan dan efek yang dahsyat terhadap publik. Maka, di butuhkan suatu gerakan yang bisa mengakomodasi antara dua kepentingan. Pertama; kepentingan media dengan agenda setting, kedua; kepentingan khalayak dengan uses and gratifficationsnya. Sebuah pendidikan media atau melek media (sadar/melihat media) pun sangat dibutuhkan. Di mana di dalam media literasi audience di kenal dengan khalayak dan konsumen. Sebagai khalayak kita dituntut secara kritis menilai ada bagian-bagian yang tidak layak yang di tayangkan oleh media, melindungi warga masyarakat dari dampak negatif media massa, sebagai pembelajaran bagi khalayak, sehingga perlu perubahan cara pandang media.

Semua pesan media merupakan hasil kontruksi. Hasil dari kerja tim, ada yang berperan sebagai pembuat naskah dan skenario, ada tim kreatif. Tujuannya pun beragam, seperti : ingin menghibur, ingin mempenggaruhi, memberi pendidikan, serta memberikan informasi. Dampak negatif televisi seringkali tanpa di sadari oleh khalayak menggerogoti khalayak itu sendiri. Bagai parasit yang menempel ke batang induk dan perlahan-lahan induk tersebut akan mati. Akibat negatif tersebut seperti; penggurangan jam belajar anak, peniruan tayangan kekerasan dan fornografis, peniruan perilaku hidup konsumtif, serta peniruan perilaku yang bertentangan dengan ajaran dan nilai-nilai keluarga.

Mengapa media harus di waspadai ? pesan-pesan media mengandung nilai-nilai dan ideologi, khalayak menginterpretasikan pesan/makna menurut mereka sendiri, media adalah industri dan informasi di anggap sebagai komuniti, serta konstruksi media memiliki tujuan-tujuan komersial. Kita sebagai mahasiswa Ilmu Komunikasi khususnya peminatan Jurnalistik di tuntut untuk menganalisis tayangan media. Sebagai contoh kecilnya apa benar anak perempuan di Jakarta memakai TinTop saat kuliah. Kita harus mengkomunikasikan bahwa hal itu salah.

Gerakan literasi yang harus di ciptakan sebagai kontrol yang lebih besar atas interpretasi dan harus sejalan dengan perkembangan teknologi komunikasi. Karena, manusialah yang memberi makna kepada pesan. Ketika, kita memusingkan akan suatu persoalan terutama tentang media literasi. mulailah perubahan itu dari diri kita sendiri, dari hal yang paling kecil, serta mulailah sekarang juga. Bentuk-bentuk media literasi seperti :

·         Hari tanpa televisi.
·         Diet televisi.
·         Waktu tanpa televisi.
·         Matikan televisi dari pukul 06.00-18.00, dll

Memang melakukan perubahan amatlah sukar, tak jarang godaan datang silih berganti. Akan tetapi, lebih baik mencoba dan gagal daripada gagal mencoba. Memulai usaha itu lebih beresiko tetapi lebih tidak memulai usaha itu lebih beresiko.

Gerakan Media Literasi di Bengkulu belumlah terbentuk. Siapa yang ingin menjadi inovator amatlah di tunggu-tunggu. Semoga saja inovatornya adalah mahasiswa-mahasiswa Jurusan Komunikasi Universitas Bengkulu. Kaum Ideolog kami tunggu bimbingan darimu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar